Month: April 2020

Nilai Sosial Budaya Indonesia Yang Disajikan Ke Karya Sastra

Nilai Sosial Budaya Indonesia Yang Disajikan Ke Karya Sastra – Secara umum Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar sas- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”.

Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Sastra dapat dibagi dua yaitu sastra tulis atau sastra lisan. slot gacor

Penyampaian Sastra

Dengan bahasa yang mudah dipahami saya mendefinisikan Sastra adalah hasil proses kreatif manusia yang menghasilkan karya dengan media bahasa yang memenuhi unsur estetika atau keindahan. Alat untuk menyampaikan sastra atau disebut Moda yaitu Sajak dan Prosa, sedang genrenya adalah Puisi, Esai, Fiksi, dan Drama. americandreamdrivein.com

Peran pemerintah dalam mengembangkan Sastra Indonesia tercermin dalam Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah dalam mengembangkan sastra ada dalam Renstra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2015-2019 yang merupakan penjabaran dari Renstra Kementerian Pendidikan dan kebudayaan 2015-2019.

Sesuai dengan visi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yaitu : “Terwujudnya insan berkarakter dan jati diri bangsa melalui bahasa dan sastra indonesia”,

Nilai Sosial Budaya Indonesia Yang Disajikan Ke Dalam Karya Sastra

Salah satu hasil dari kebudayaan adalah karya sastra, tetapi secara garis besar sastra merupakan hasil karya dari individu hanya saja objek yang disampaikan tidak akan terlepas dari kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian dapat juga dinyatakan bahwa kebudayaan yang mempunyai cakupan yang luas dan kompleks dapat tercermin dalam karya sastra.

Karya Sastra Dalam Kehidupan

Sastra merupakan pencerminan budaya suatu masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.

Bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya.

Kajian yang erat kaitannya dengan Sastra dan budaya ini adalah kajian Sosiologi sastra. Istilah “sosiologi sastra” dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya,

kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudah terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu.

Dokumenter Sastra

Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan.

Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Dalam hal sastra sebagai cermin budaya masyarakat tentu kita harus juga melihat konteks ruang dan waktu. Karena ciri-ciri suatu masyarakat, kondisi sosial, adat istiadat, dan budaya-budaya masyarakat lainnya yang ditulis dalam karya sastra tentu sesuai dengan situasi dan kondisi saat karya sastra tersebut lahir.

Selain sebagai cermin budaya masyarakat, maka hal lain yang menarik untuk dibahas adalah sastra dalam hal ini Sastra Indonesia diciptakan, tumbuh dan berkembang dari budaya Indonesia yang beraneka ragam.

Moda Dan Genre Sastra

Oleh karena itu, keberadaan sastra di Indonesia pun beraneka ragam, mulai keragaman gaya ungkap bahasa, tokoh, mitologi, hingga ke masalah sosial, politik, dan budaya etnik.

Moda dan genre sastra di Indonesia yaitu prosa, sajak, puisi, esai, drama dan fiksi menjadi lebih kaya tema dan gaya ungkap bahasa yang spesifik karena ada dongeng, legenda, mitos, epos, tambo, hikayat, syair, pantun, gurindam, macapat, karungut, mamanda, dan geguritan.

Keberagaman moda dan genre sastra tersebut juga menyebabkan keberagaman dalam hal gaya ungkap, tokoh yang ditampilkan, semangat mitologi yang mendasari, serta masalah sosial, politik, dan budaya etnik dari sastrawan daerah yang menuliskan karya tersebut.

Keberadaan sastra Indonesia yang beragam ini tentu tidak terlepas dari adanya keberagaman bahasa daerah di Indonesia. Memang kalau kita lihat dan analisa Bahasa Indonesia merupakan sarana utama pengucapan sastra Indonesia, meskipun Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua, setelah bahasa ibunya.

Tataran Situasi

Hal ini memberikan sebuah konsekuensi bahwa dalam karya sastra yang mereka tulis terdapat sejumlah kosakata, frasa, dan kalimat bahasa daerah. Hal itu dimungkinkan karena masyarakat Indonesia berada dalam tataran situasi bilingual atau multilingual.

Nilai Sosial Budaya Indonesia Yang Disajikan Ke Dalam Karya Sastra

Bahasa ibu yang dikuasai secara intuitif adalah bahasa daerah sehingga konsep pemahaman tentang alam semesta, lingkungan tempat tinggal, sistem kekerabatan, tata ekosistem kemasyarakatan, dan falsafah hidup yang diajarkan oleh leluhur atau nenek moyangnya akan terasa kental dengan bahasa daerahnya ketika pengarang menulis dengan bahasa Indonesia.

Bahasa daerah tersebut mewarnai bahasa Indonesia. Bahasa daerah itu sengaja digunakan karena bahasa Indonesia tidak mampu mewadahi konsep, tujuan, dan maksud bahasa daerah. Ada semacam hambatan atau kesukaran menerjemahkan beberapa kosakata khas bahasa daerah itu ke dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Daerah

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pengarang begitu saja mengambil kosakata bahasa daerah sebagai khazanah bahasa Indonesia. Hal itu terjadi pada beberapa pengarang sastra Indonesia, seperti , Ahmad Tohari, Umar Kayam, YB.

Mangunwijaya yang banyak mengambil kosakata bahasa jawa pada karya-karya novelnya. Penyair Amir Hamzah dengan kosa kata Melayu Arkais pada kumpulan sajaknya Nyanyi Sunyi dan Buah Rindu, dan Bokor Hutasuhut dengan kosa kata bahasa bataknya.

Selain itu, jika kita elaborasi maka banyak karya sastra yang mengangkat budaya lokal daerah. Hal ini dapat disebabkan sejak awal kelahirannya, awal abad XX, sastra Indonesia bersumber pada budaya daerah itu sendiri,

misalnya roman Balai Pustaka, Siti Nurbaya (Marah Rusli, 1922, Darah Muda (Adinegoro, 1927), Salah Asuhan (Abdoel Moeis, 1928), dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck ( Hamka, 1938) mengangkat unsur adat masyarakat Minangkabau.

Penggalian nilai-nilai budaya daerah juga ada pada pengarang-pengarang di jawa seperti Linus Suryadi A.G. (Pengakuan Pariyem, 1981, Umar Kayam (Sri Sumarah dan Bawuk, 1975; Para Priyayi, 1992, Y.B. Mangunwijaya (Burung-Burung Manyar, 1983; Roro Mendut, 1984, Genduk Duku, 1987, dan Ahmad Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk, 1980),

menghadirkan persoalan-persoalan dalam adat istiadat dan budaya jawa. Sedang pengarang-pengarang yang sering menulis dengan tema budaya Sunda, jawa barat misalnya Ajip Rosidi, Ramadhan K.H., dan Achdiat Kartamihardja melalui novel dan cerita pendek yang ditulisnya.

Kumpulan Puisi

Dalam puisi budaya lokal atau daerah madura juga sering digunakan sebagai gagasan atau tema oleh si Penyair Celurit Emas D. Zamawi Imron. Dakam buku-buku kumpulan puisinya seperti : Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bantalku ombak selimutku angin (1996).

Sedangkan budaya “suroboyoan” juga menginspirasi dan kemudian dieksplorasi Oleh Sastrawan Shoim Anwar, seperti sebuah judul dari kumpulan cerpen “Perempuan Terakhir” yang menceritakan keseneian Ludruk, dengan judul Awak Ludru. Dalam cerpen ini, penulis memberikan gambaran tentang pementasan ludruk dengan sejarah-sejarahnya.

Dari daerah lain di luar Sumatera dan Jawa pun kita temukan, misalnya dari Bali kita temukan Oka Rusmini dalam novelnya Sagra (1996) dan beberapa cerpennya yang dimuat dalam Horison, seperti “Sang Pemahat” (2000), menggali nilai budaya Bali ke dalam karya sastra Indonesia modern.

Pengarang Dari Bali

Pengarang lain dari Bali, yaitu Rasta Sindhu (Sahabatku Hans Schmitter, 1968), Faisal Baraas (Sanur Tetap Ramai, 1970), Putu Wijaya (Tiba-Tiba Malam, 1972, dan Dasar, 1993), Ngurah Persua (Tugu Kenangan, 1984), dan Aryantha Soethama (Suzan, 1988).

Dari daerah Nusa Tenggara kita menemukan Putu Arya Tirtawirya, Gerson Poyk, dan Otto J. Gaut, yang juga mengekspresikan nilai budaya, yaitu nilai budaya Nusa Tenggara.

Warisan Leluhur Kebudayaan Negara Indonesia

Warisan Leluhur Kebudayaan Negara Indonesia – Macam macam kebudayaan Indonesia sangat beragam dan hadir dalam banyak bentuk seperti karakteristik kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Menurut Mitchel budaya adalah seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral hukum dan perilaku yang disampaikan oleh individu-individu dan masyarakat yang menentukan bagaimana seoseroang bertindak, berperasaan dan memandang dirinya serta orang lain. idn slot

Menurut TAP MPR No.11 tahun 1998 kebudayaan Nasional adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkar dan martabat bangsa, https://americandreamdrivein.com/

serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap kehidupan bangsa. Dengan demikian pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.

Kebudayaan Indonesia tersebar di banyak daerah. Tersebar di 33 Provinsi yang ada di Indonesia dengan berbagai ciri khas dan karakteristik. Bentuknya pun dapat bermacam-macam. Karena sejatinya kebudayaan adalah nilai-nilai kedaerahan yang dikemas dalam berbagai bentuk. Macam macam kebudayaan tersbeut diantaranya :

1.Tari Kecak

Warisan Leluhur Kebudayaan Indonesia

Bali merupakan tempat wisata yang sudah tersohor di luar negeri. Budayanya yang sudah terkenal yakni Tari Kecak. Tari Kecak adalah sebuah tarian yang dibawakan sebagai sendratari yang dipertunjukan massal dan terdapat unsur drama di dalamnya.

Tari ini tergolong sendratari karena dari keseluruhan pertunjukan akan menggambarkan seni peran dari cerita pewayangan seperti tokoh Rama dan Sinta. Selain itu juga mempertontonkan kekebalan fisik para penarinya yang tidak terbakar api. Tari ini juga khusus digunakan untuk ritual keagamaan masyarakat Hindu di Bali.

Tari Kecak menggunakan teriakan ‘cak cak ke cak cak ke’ sebagai musik pengiring. Oleh karena itulah tari ini disebut Tari Kecak.

2.Tari Pendet

Warisan Leluhur Kebudayaan Indonesia

Selain Tari Kecak, Tari Pendet juga sudah mendunia. Tari Pendet adalah sebuah tarian yang dibawakan oleh seorang wanita yang dipertunjukan sebagai kegiatan pemujaan di Pura. Kini Tari Pendet berkembang menjadi tari penyambutan atas turunnya Dewa ke dunia dan penyambutan untuk tamu sebagai ucapan selamat datang.

3.Tari Barong

Satu lagi tarian dari Bali yang terkenal di mancanegara yakni Tari Barong. Tari Barong adalah tarian khas Bali yang sudah ada sejak peradaban kebudayaan pra hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebaikan melawan kebathilan. Barong sebagai lambang kebaikan melawan Rangda sebagai simbol kejahatan.

4.Wayang

Wayang merupakan budaya Indonesia yang sudah tersohor. Bahkan Wayang sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia pada tahun 2003 dan telah dikenal luas oleh masyarakat dunia. Bahkan orang asing belajar wayang.

Wayang adalah seni pertunjukan yang dimainkan oleh seorang dalang dengan diiringi musik gamelan serta suara seorang pesinden. Kisah yang diceritakan dalam lakon pewayangan tentang Petruk, Semar, Bagong, dan Gareng.

5.Angklung

Angklung adalah alat musik kesenian tradisional dari Jawa Barat. Alat musik itu juga telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai bagian dari World Heritage pada 19 Januari 2011. Sertifikat diserahkan mantan Duta Besar RI untuk UNESCO, Tresna Dermawan Kunaefi kepada Menteri Pendidikan Nasional kala itu, Muhammad Nuh.

6.Keris

Keris digunakan para anggota kerajaan sebagai senjata pusaka yang dituakan. Keris adalah senjata tradisional yang diyakini mengandung kekuatan magis. Senjata pusaka ini mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai ‘Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity’ pada 25 November 2005.

Keris telah digunakan di Indonesia sejak abad ke-9 dan terbuat dari logam. Gagang keris terbuat dari tulang belulang, kayu, atau tanduk binatang.

Baca juga: Masuk ke Bunker Peninggalan Belanda di Stasiun Tanjung Priok

7.Tari Saman

Tari Saman merupakan tarian yang berasal dari Gayo, Aceh. Tari ini diakui dan masuk dalam daftar warisan budaya tak benda yang memerlukan perlindungan mendesak UNESCO pada 22-29 November 2011.

Tarian Saman menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya tanpa adanya pergeseran dan liak-liuk anggota tubuh lain dan kaki. Tari ini biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat daerah setempat. Syair dalam Tari Saman menggunakan campuran bahasa Arab dan bahasa Gayo.

8.Reog Ponorogo

Reog Ponorogo merupakan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Timur. Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang berupa tarian.

Dalam pementasan Reog Ponorogo tidak ada skenario tarian yang pasti dan paten. Biasanya seniman Reog mementaskan berdasarkan aadegan yang telah dipelajarinya dengan tambahan gerak mengayun-ayunkan bagian kepala Reog. Pemain Reog memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat mahkotanya bisa mencapai sekitar 50-60 kilogram.

9.Sendratari Ramayana

Sendratari Ramayana adalah gabungan dari pementasan tari dan drama tanpa dialog yang diangkat dari kisah pewayangan Ramayana. Sendratari ini dipentaskan pada tahun 1961 di Candi Prambanan pada tahun 1961. Pementasannya berada di panggung terbuka dengan panorama Candi Prambanan.

10. atik

Batik adalah budaya Indonesia yang terkenal di mancanegara. Dulunya batik kerap dipakai sebagai pakaian formal. Namun kini batik juga bisa dipakai untuk acara informal.

Batik dihasilkan dari cara yang sangat unik yaitu menuliskan lilin panas ke atas kain menggunakan canting.

11.Rumah Adat

Rasanya kita pasti sering mendengar tentang rumah adat. Tapi tahukah kamu apa pengertian dari rumah adat itu sendiri? Rumah adat adalah salah satu bentuk kebudayaan Indonesia yang lahir dari seni bangunan atau arsitektur dan biasanya memiliki cirikhas khusus tergantung pada daerah asalnya.

Bentuk kebudayaan satu ini digunakan untuk tempat hunian oleh suatu suku bangsa tertantu. Dan tahukah kamu bahwa rumah adat yang ada di setiap daerah merupakan representasi daripada kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku ataupun masyarakat.

12.Pakaian Adat

Jangan salah, Pakaian adat atau pakaian tradisional juga merupakan salah satu dari banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia. Selain karena ciri khas dari setiap daerah, pakaian adat juga dapat merepresentasikan karakter ataupun prinsip dari suku atau masyarakat daerah tertentu.

Indonesia memiliki banyak sekali pakaian adat yang ada di setiap daerahnya, bahkan ada beberapa daerah yang memiliki lebih dari satu jenis pakaian adat. Selain itu pakaian adat Indonesia juga kerap menuai pujian dari negara-negara lain.

13.Upacara Adat

Salah satu cara untuk mengenang dan mengenal sejarah suatu suku atau masyarakat adalah melalui upacara. Arti dari kata upcara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama dan kepercayaan.

Istilah upacara adat sendiri memiliki arti yakni salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa praaksara. Upacara adat yang dimaksud disini diantaranya upacara penguburan, upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan masih banyak lagi.

14.Senjata Tradisional

Produk budaya yang satu ini erat hubungannya dengan suatu masyarakat tertentu. Selain lahir sebagai bentuk melindungi dari serangan musuh, senjata tradisional juga lahir untuk menopang kegiatan berladang dan berburu yang menjadi mata pencaharian masyarakat jaman dulu.

Dewasa ini, senjata tradisional menjadi identitas suatu bangsa yang mengambil peran dan turut serta memperkaya kebudayaan indonesia.

Back to top